About

Welcome To My Blog | Welcome To Berrie Mapaliey Blog | Welcome To My Blog | Welcome To Berrie Mapaliey Blog

Thursday, October 27, 2011

SEJARAH SUMPAH PEMUDA

Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945. 


Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin. 

Kongres Pemuda Indonesia Kedua

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Sehingga menghasilkan Sumpah Pemuda. Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Rapat Ketiga, Gedung Indonesisch Huis Kramat Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, berbunyi : 



Sumpah Pemuda versi orisinal

Pertama Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. 
Ketiga Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda versi 

Ejaan Yang Disempurnakan

Pertama Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. 

Kedua Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. 
Ketiga Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. 

Peserta

Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab. 

Gedung

Bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong Gedung Kramat 106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. 


Catatan kaki

  • ^ Secarik Kertas untuk Indonesia, Majalah Tempo, 27 Oktober 2008 
  • ^ Museum Sumpah Pemuda 
  • ^ Gedung Sumpah Pemuda dan Sie Kok Liong, Suara Pembaruan
  • ^ Museum Sumpah Pemuda Bekas Kos, Pemersatu Bangsa

Thursday, October 13, 2011

PEMIKIRAN KEADILAN (PLATO, ARISTOTELES, DAN JOHN RAWLS)


PEMIKIRAN KEADILAN (PLATO, ARISTOTELES, DAN JOHN RAWLS)

PENGERTIAN

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).[1]
Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl[2] yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya. Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’dilu” dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).[3]
Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata “adil” di dalam Al-Qur’an digunakan berulang ulang. Kata “al ‘adl” dalam Al qur’an dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata “al qisth” terulang sebanyak 24 kali. Kata “al wajnu” terulang sebanyak kali, dan kata “al wasth” sebanyak 5 kali.[4]
Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan.[5]
Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.[6]

PLATO[7]

Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
  1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
  2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan, misalnya berikut ini:
  1. Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,
  2. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
  3. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.[8]
 Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.[9] Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher.[10]
Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan.

ARISTOTELES

Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics.[11] Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.

1. Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.
Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;
  1. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;
  2. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”
Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.
Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang pengusaha membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh. Ketidakadilan ini muncul karena keserakahan.
Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum

2.      Keadilan Dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
a.       Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya.
Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya. Dalam sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent). Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi.
b.   Perbaikan suatu bagian dalam transaksi
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan yang dibuat secara sederajat.
Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman.
Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil.[12]

Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah kesalahansasaran (misadventure), (2) ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3) Ketika tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan (4) seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang yang jahat.
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar.  Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.

JOHN RAWLS

Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial.[13] Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:
  1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
  2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat.
Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:
  1. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
  2. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.
  3. Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.[14]
Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:
  1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;
  2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.
Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.

Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:
  1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.
  2. perbedaan
  3. persamaan yang adil atas kesempatan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.

 

PENUTUP

Uraian dalam tulisan ini adalah secuil khasanah pemikiran keadilan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuai dengan semangat jamannya, situasi politik, dan pandangan hidup yang berkembang. Untuk mempelajari keadilan memang sebuah aktivitas yang tidak ringan, apalagi mencoba merumuskannya sesuai dengan semangat jaman saat ini.
Namun kesulitan tersebut bukan berarti bahwa studi-studi tentang keadilan harus dikesampingkan. Untuk kalangan hukum, studi keadilan merupakan hal yang utama, sebab keadilan adalah salah satu tujuan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai tujuan utamanya.
Mempelajari hukum tanpa mempelajari keadilan sama dengan mempelajari tubuh tanpa nyawa. Hal ini berarti menerima perkembangan hukum sebagai fenomena fisik tanpa melihat desain rohnya. Akibatnya bisa dilihat bahwa studi hukum kemudian tidak berbeda dengan studi ilmu pasti rancang bangun yang kering dengan sentuhan keadilan.
Praktek hukum terseret pada tantangan-tantangan spesialistik, teknologis, bukan lagi pertanyaan-pertanyaan moral. Kaum profesional adalah orang-orang yang ahli dalam perkara perundang-undangan, tetapi jangan tanyakan pada mereka tentang moralitas. Praktek ini membuat sindiran sinis terhadap hukum di Amerika di mana semboyan Equal Justice Under The Law di dinding Supreme Court (AS) ditambah dengan kata-kata To All Who Can Afford It.[15] Bagaimana dengan di Indonesia?           



[1] http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html, diakses tanggal 6 November 2002.
[2] Sedangkan kata ‘Adala dalam kamus Rodhe University diartikan sebagai “rectitude, good morals. An Arabic legal term denoting certain qualities, possession of which is required for public and juridical functions and offices. The possessor of ‘adala is called ‘adl. A witness in proceeding before a qadl must be an ‘adl. In time groups of recognized, irreproachable witnesses, called shahid or ‘adl, came to form a brach of legal profession and acted as notaries or scriveners”. http://orb.rhodes.edu/ Medieval_Terms.html, diakses tanggal 6 November 2002.
[3] Abdurrahman Wahid, Konsep-Konsep Keadilan, www.isnet.org/~djoko/Islam/Paramadina/00index, diakses pada tanggal 6 November 2002.
[4] Nurjaeni, Kosep Keadilan Dalam Al-Qur’an, www.duriyat.or.id/artikel/keadilan.htm, diakses pada tanggal 6 November 2002.
[5] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum; Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 137.
[6] Berbagai macam permasalahan keadilan dan kaitannya dengan hukum yang berkembang dari berbagai aliran pemikiran dapat dibaca pada buku: W. Friedmann, Teori dan Filasafat Hukum; Susunan II, (Legal Theory), diterjemahkan oleh Muhamad Arifin, cetakan Kedua, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1994.
[7] Konsepsi keadilan Plato dapat dilihat dalam bukunya The Republik terjemahan Benjamin Jowett. Dalam bagian awal buku ini plato mengetengahkan dialog antara Socrates dengan Glaucon tentang makna keadilan.
[8] Karl R. Popper, Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya, (The Open Society and Its Enemy), diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,  2002, hal. 110.
[9] W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum, (Legal Theori), Susunan I, diterjemahkan oleh Mohamad Arifin, Cetakan kedua, Jakarta (PT RajaGrafindo Persada, 1993), hal. 117.
[10] Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Cetakan II Edisi Revisi, Bandung, Pustaka Mizan, 1997, hal. 1-15.
[11] Aristoteles, Nicomachean Ethics, translated by W.D. Ross, http://bocc.ubi.pt/ pag/Aristoteles-nicomachaen.html. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2000.
[12] Kedua macam keadilan dalam arti khusus ini kemudian banyak disebut sebagai keadilan distributi dan keadilan konstitutif. Lihat Darji Darmodiharjo dan Shidarta, op cit. hal. 137 – 149.
[13] Hari Chand, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur, International Law Book Review, 1994, hal. 278.
[14] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, op cit.,  hal. 146.
[15] Satjipto Rahardjo, “52 Tahun Negara hokum Indonesia, Negara Hukum dan Deregulasi Moral”, Harian Kompas, 13 Agustus 1997.

Wednesday, October 12, 2011

Thursday, October 6, 2011

Kata-kata Motivasi Dari Orang-orang Terkenal

Thomas J. Watson
Jangan mencari kawan yang membuat Anda merasa nyaman, tetapi carilah kawan yang memaksa Anda terus berkembang.
Henry Ford
Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak bisa, Anda pun benar… karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa.
Alexander Graham Bell
Konsentrasikan pikiran Anda pada sesuatu yang Anda lakukan Karena sinar matahari juga tidak dapat membakar sebelum difokuskan.
Bhagavad Gita
Manusia dibentuk dari keyakinannya. Apa yang ia yakini, itulah dia.
Jack Trout
Bekerja lebih keras tidak lebih efektif dari bekerja lebih pintar.
Thomas Stanley
Kebanyakan milyuner mendapat nilai B atau C di kampus. Mereka membangun kekayaan bukan dari IQ semata, melainkan kreativitas dan akal sehat.
Albert Einstein
Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan.
Walt Disney
Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannya.
Eleanor Roosevelt
Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka.
Peter F. Drucker
Cara terbaik meramalkan masa depan Anda adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri.
Mahatma Gandhi
Kita harus menjadi perubahan yang ingin kita lihat di dunia.
Peter F. Drucker
Dalam setiap kisah sukses, Anda akan menemukan seseorang yang telah mengambil keputusan dengan berani.
George S. Patton
Kesalahan terbesar adalah tidak pernah membuat keputusan. Setiap perawan tua sepakat dengan saya.
Jack Trout
Tidak seorang pun akan mengikuti Anda jika Anda tidak tahu kemana harus melangkah.
Promod Brata
Jika Anda ingin berbahagia selama satu jam, silakan tidur siang. Jika Anda ingin berbahagia selama satu hari, pergilah berpiknik. Bila Anda ingin berbahagia seminggu, pergilah berlibur. Bila Anda ingin berbahagia selama sebulan, menikahlah. Bila Anda ingin berbahagia selama setahun, warisilah kekayaan. Jika Anda ingin berbahagia seumur hidup, cintailah pekerjaan Anda.
E. Nightingale
Orang yang paling beruntung di dunia adalah orang yang telah mengembangkan rasa syukur yang hampir konstan, dalam situasi apapun.
Henry Ford
Salah satu penemuan terbesar umat manusia adalah bahwa mereka bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka sangka tidak bisa dilakukan.
Henry Ford
Apabila kita takut gagal, itu berarti kita telah membatasi kemampuan kita.
Andrew Carnegie
Biasakanlah untuk berpikir bahwa sukses hanya tinggal selangkah lagi dan pasti akan diraih, niscaya masa depan yang cerah akan ada di depan Anda.
Robyn Allan
Kegagalan terbesar adalah apabila kita tidak pernah mencoba.
Bill Clinton
Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan.
Henry James
Anda takkan tahu apa yang tak dapat Anda lakukan, sampai Anda mencobanya.
Eugenio Barba
Kegagalan hanya situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam makna positif. Ingat, Amerika Serikat merupakan hasil dari kegagalan total sebab Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia.
Thomas A. Edison
Banyak orang yang sebenarnya sudah sangat dekat dengan sukses tapi sayangnya, mereka kemudian menyerah.
Charles Noble
Anda harus memiliki tujuan jangka panjang agar tidak frustasi terhadap kegagalan jangka pendek.
Robert J. Lumsden
Standar terbaik untuk mengukur keberhasilan Anda dalam kehidupan adalah dengan menghitung jumlah orang yang telah Anda buat bahagia.
Pepatah Cina kuno
Perjalanan sejauh 1000 mil dimulai dengan 1 langkah.

Kebohongan Publik dan Tidak Transparan Melawan UU Keterbukaan Informasi Publik


Aparatur pejabat negara harus paham, mengerti dan melaksanakan UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). Hal ini penting mengingat masih banyaknya pejabat negara dan pemerintahan yang berusaha untuk mengelak dari kewajiban melakukan tranparansi pada lembaganya, walaupun publik menuntut hak informasi atas penyelenggaraan institusi yang dipimpinnya tersebut, oknum pejabat negara tersebut berusaha berbohong atau menutupi kebenaran. Pejabat negara terutama pemerintah harus mampu membedakan informasi yang termasuk informasi publik dan bukan informasi publik (informasi yang dikecualikan).

Rendahnya pemahaman para pejabat negara, baik pada pejabat pemerintah dan juga lembaga negara inilah yang menjadi penyebab dari tingginya tingkat korupsi di Indonesia.  Ketidak transparanan pejabat negara, bukan saja pada ketertutupan data-data yang seharusnya menjadi konsumsi publik, tetapi juga pada pejabat negara yang melakukan pembohongan publik. Seperti informasi yang mereka berikan melalui pelaporan-pelaporan resmi yang terkait dengan dokumen negara dan pemerintahan, maupun pada waktu press conference, atau berbagai laporan dan informasi yang dibeberkan di depan publik lain seperti kepada DPR atau DPRD.  Kebohongan publik dan ketertutupan  keduanya mempunyai maksud yang sama, yaitu tidak memberikan informasi yang jujur dan sebenarnya kepada publik.Jelas oknum pejabat seperti ini berusaha melawan hukum dan undang-undang.

Pertanyaannya, sampai kapan kita akan menghadapi kasus-kasus skandal korupsi di berbagai lembaga negara, birokrasi pemerintahan serta di lembaga penegakan hukum di Indonesia? Pada level penindakan dan pencegahan korupsi di Indonesia, keberadaan KPK memang sangat vital dan dapat kita andalkan.Namun, ibarat pemadam kebakaran, adalah mustahil KPK mampu mencegah seluruh tindakan yang berpotensi korupsi di berbagai lembaga publik di negeri ini. Salah satu jalan masuk untuk mengurangi potensi korupsi di negeri ini adalah dengan mengawal transparansi dan keterbukaan terhadap informasi publik di berbagai lembaga birokrasi dan pemerintahan di negeri ini.

Di sini Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)telah dirumuskan berdasarkan pemikiran bahwa informasi adalah hak dasar semua warga negara. UU KIP ini juga sejalan dengan rumusan dalam UUD Negara Republik .Indonesia Tahun 1945 yajig menyalakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
UU KIP memberikan kewajiban kepada setiap badan publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu. Pentingnya keterbukaan informasi publik karena besarnya potensi konspirasi dan skandal korupsi di berbagai badan publik dan institusi pemerintahan di negeri yang sangat besar serta memiliki spektrum yang sangat luas ini.

Masyarakat harus menuntut keterbukaan yang seharusnya diberikan oleh para pejabat negara, hanya dengan tekanan yang kuat dari masyarakat, khususnya media masa, maka UU KIP dapat efektif terselenggara di bumi pertiwi ini.Tekanan yang diberikan oleh masyarakat dan press secara terus menerus akan menimbulkan efek yang memberi pengaruh psikologis bagi para penyelenggara negara. Walaupun cara ini bukan satu-satunya untuk meredakan budaya korupsi di negara kita, tetapi setidaknya sudah menutup salah satu pintu untuk berbuat jahat terhadap kepentingan publik.
Untuk menghilangkan tindakan korupsi di negeri ini memang tidak mudah. Kendati demikian, dengan mengawal pelaksanaan UU KIP secara lebih maksimal, saya yakin karut-marut korupsi sistemik dan korupsi subversif yang dilakukan oleh para "aktor politik dan para pejabat publik"  di negeri ini lebih dapat diminimalkan. 

KEBIASAAN BURUK ORGANISASI KRISTEN

Organisasi/Lembaga di bawah naungan “Bendera Kristen” merupakan satu wujud kepedulian atau bentuk pelayanan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen dengan tujuan baik secara khusus untuk pekabaran Injil, pendidikan maupun bersifat sosial kemasyarakatan. Jikalau dilihat dari nama suatu organisasi atau lembaga Kristen maka pada prinsipnya atau idealnya lembaga tersebut mencerminkan kasih, keadilan dan kesejahteraan bersama berdasarkan prinsip Firman Tuhan. Sebagai suatu organisasi/lembaga yang berlandaskan kerohanian maka dituntut dan sangat diharapakan organisasi ini mencerminkan teladan Kristus sebagai kepala dan yang mempunyai segala bentuk pelayanan di muka bumi ini. Harapan ini terkadang seakan pupus atau dengan kata lain terkadang sangat kontras dengan standart atau prinsip yang seharusnya dimiliki oleh suatu lembaga/organisasi Kristen. Ada bagian yang sangat menarik dari falsafah hidup yang di ajarkan oleh DR. G.S.S.J. Ratulangi seorang pengajar dan pejuang Nasional Indonesia yakni manusia itu lahir dan hidup untuk menghidupkan manusia lain (SI TOW TIMOW TUMOW TOW), bagaimana kita manusia menghargai dan memanusiakan sesama kita. Prinsip ini sesuai dengan teladan Alkitab, seperti contoh bagaimana seorang Samaria yang baik hati mau menolong seseorang yang baru kena rampok, orang Samaria ini memposisikan dirinya sebagai manusia dan memperlakukan orang yang dirampok ini sebagai manusia dengan menolongnya. Ada kebiasaan-kebiasaan buruk yang terkadang dilakukan organisasi Kristen atau ada aturan-aturan, kebijakan yang terkadang tidak memanusiakan orang-orang yang bekerja di lembaga/organisasi Kristen. Hal ini sangat menyedihkan, penulis bahkan sempat mendengar secara langsung seorang misionaris yang mengatakan terkadang organisasi/lembaga Kristen lebih kejam dan tidak manusiawi dibanding dengan lembaga/organisasi non Kristen. Pernyataan ini perlu disikapi, kemungkinan ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang terkadang bertamengkan kekristenan/pelayanan tetapi pada dasarnya bertentangan dengan prinsip kekristenan. Berikut ini beberapa hal atau contoh tentang kebiasaan-kebiasaan buruk organisasi/lembaga Kristen yang penulis amati atau alami secara langsung yang perlu disikapi dan dipikirkan ulang oleh kita semua yang terlibat dalam organisasi/lembaga Kristen:
  1. Kebijakan menerapkan upah/gaji/tunjangan di bawah standart upah minimun yang ditetapkan pemerintah dengan alasan klasik ini untuk pelayanan sosial dan tidak mencari untung, atau memang karena masalah keuangan yang dihadapi suatu lembaga/organisasi Kristen. Dengan upah/tunjangan yang minim berdasarkan prinsip pelayanan maka dapat merekrut atau memakai tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Kesejahtraan pengerja minim sekali diperhatikan baik beralasan itu adalah iman pribadi maupun ini bagian dari pengorbanan dari suatu pelayanan. Atau bahkan suatu organisasi sebenarnya mampu mensejahtrakan pengerjanya tetapi mungkin menerapkan prinsip hidup sederhana/menghemat uang TUHAN yang pada kenyataan tidak diterapkan dengan tepat dan benar sebab ada bagian-bagian dimana mereka yang mengambil kebijakan atau yang membuat aturan tidak melaksanakannya (inkonsisten). Pertanyaan yang perlu direnungankan apakah ini diajarkan oleh Alkitab, apakah Yesus ketika mengajak murid-muridnya tidak memperhatikan kesejahtraan/kebutuhan hidup murid-muridnya?
  2. Tidak mempunyai visi dan perencanaan program yang jelas, saat ini banyak organisasi Kristen yang berjalan berdasarkan keingiinan seseorang ataupun berjalan hanya sekedar berjalan untuk dapat kelihatan eksis tetapi tidak memiliki target yang jelas dan program yang ditail untuk mencapai target. Ketika di ajak untuk menyusun program dan langkah-langkah ditail banyak yang lebih senang menyederhanakan yang susah dan menyusahkan yang sederhana. Tidak ada waktu yang khusus dimana para pemimpin dan pengerja duduk bersama merencanakan program kerja kedepan dengan serius dan ditail sehingga akhirnya perkembangan organisasi dapat diukur dengan tepat, jelas dan terarah. Kenapa pemikiran ini timbul? Ada beberapa kemungkinan yakni: para pemimpin  berpikir bahwa pelayanan ini pasti akan tetap  berjalan dengan baik karena ini adalah pelayanan rohani, biarlah Tuhan yang memelihara organisasi ini karena Allah yang memulai maka Allah yang akan menjaga dan mengakhirinya. Bandingkan dengan organisasi non Kristen yang bahkan rela meluangkan waktu mereka berminggu-minggu untuk duduk dan memikirkan program kerja yang jelas, ditail dan dapat diukur. Kenapa mereka bisa berbuat yang terbaik untuk organisasi/perusahaan mereka sedangkan kita tidak.
  3. Nilai atau etos kerja dari yang terlibat dalam pelayanan sangat rendah, kualitas kerja sangat sulit dipertahankan dan terkadang terkesan moody, ini bisa berpengaruh dari hasil pendapatannya sehingga akhirnya pengerja lebih banyak berpikir mencari solusi tambahan untuk kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu maka perlu diperhatikan kesejahteraan pengerja sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang maksimal. Atau juga dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak menguntungkan pengerjanya atau hanya menguntungkan beberapa pihak saja. Selain itu faktor lain yang bisa muncul yakni adanya kebijakan yang keluar tidak sesuai dengan harapan pengerja yang bahkan mempersulit dan menekan.
  4. Tidak memperhatikan sarana dan prasarana penunjang kerja, terkadang untuk mendapatkan barang yang banyak dan untuk penghematan maka kualitas barang diturunkan atau hanya mencari yang barang bekas, kualitas ditinggalkan lebih mengutamakan kuantitas. Terkesan wah dari jauh tetapi ketika diteliti dari dekat itu terkadang hanya sekedar rongsokan yang sebentar lagi “sakitnya akan kumat”. Bukankah Tuhan menginginkan kualitas dan kuantitas yang terbaik dalam setiap pelayananNya? Kalau bisa baru kenapa harus memiliki mental barang bekas? Mengapa mereka yang tidak terjun dalam lembaga/organisasi Kristen mengetahui dan mau mempersiapkan sarana dan prasarana yang terbaik untuk menunjang kinerja mereka? Jangan-jangan mereka yang lebih memahami apa yang diinginkan Kristus dalam pelayanan ini.
  5. Pemimpin yang tidak memiliki  jiwa besar (tidak berani ambil resiko) atau hanya memiliki standart rendah, takut bersaing dengan yang lain. Hal ini sering muncul sehingga akhirnya organisasi/lembaga Kristen hanya berjalan di tempat dan tidak memiliki eksistensi yang kuat di tengah masyarakat. Organisasi Kristen hanya bisa berbicara di tengah lingkungan Kristen saja sedangkan di tengah masyarakat mereka hanya menjadi penonton saja.
  6. Pemimpin yang pemarah, plinplan dan tidak mau mendengar masukan/kritikan, tipe pemimpin seperti ini hanya memanfaatkan bawahannya sehingga melakukan seenaknya saja. Sangat disayangkan banyak pemimpin Kristen ketika berada di puncak kariernya sudah sangat sulit untuk dikritisi dan diberikan masukan, fenomena yang muncul yakni sang pemimpin hanya menceritakan memori yang pahit dan manis yang dilaluinya. Banyak tindakan yang dilakukan mengatasnamakan nama besar tanpa mempertimbangkan dengan matang. Ini juga bisa terjadi karena di dalam persekutuan tersebut tidak ada yang mau memberi tahu, atau terjadi kultus individu. Ketika rekan kerja tidak mau menyatakan kesalahan kepada sesama rekan kerja atau menyampaikan kebenaran maka sebenarnya mereka sedang mencelakakan organisasi/lembaga mereka.
  7. Tidak tepat waktu, hal ini sempat menjadi guyonan umum terutama dengan singkatan Pdt. (Pemimpin/pelayan datang terlambat), banyak pemimpin dan pelayan Kristen tidak bisa bertindak disiplin terutama waktu, bahkan ada ibadah yang terpaksa harus molor hanya karena yang hadir kelihatan sedikit, ibadah tidak tepat waktu, rapat yang diundur sampai satu jam hanya menunggu beberapa pelayan Tuhan yang terkadang tanpa rasa bersalah dan menggunakan tameng ada pelayanan yang lain sehingga harus datang terlambat.
  8. Tidak memiliki kepercayaan atau tidak percaya kepada sesama rekan kerjanya sendiri. Iblis suka menanamkan roh pemecah dalam suatu organisasi Kristen. Kalau kita hitung ada berapa gereja yang harus pecah, organisasi Kristen yang harus bubar, membuat organisasi tandingan hanya karena benih tidak mempercayai rekan kerja mereka sehingga mengakibatkan perpecahan. Roh pemeca sengaja ditaburkan iblis dalam organisasi Kristen supaya organisasi ini tidak maju dan berkembang. Persoalan organisasi itu hanya berkutat mengenai bagaimana bertahan hidup, bagaimana lepas dari satu masalah ke satu masalah yang lain sehingga akhirnya mereka tidak dapat memikirkan lagi bagaimana mengembangkan pelayanan yang lebih baik dan profesional. Saling tidak percaya merupakan sumber perpecahan yang harus diwaspadai oleh organisasi Kristen saat ini.
  9. Pendiri atau pemilik, pemimpin lembaga/organisasi Kristen meresa diri orang yang paling banyak berkorban sehingga ia menuntut rekan kerjanya juga untuk mau berkorban sama seperti dia. Fenomena seperti ini merupakan implikasi dari Messianic Syndrome dimana ketika suatu lembaga/organisasi Kristen dibentuk terjadi kepemimpinan tunggal (single fighter) dimana sebagian tugas hanya dilakukan oleh sang pemimpin. Seiring dengan waktu mereka merasa sudah banyak berkorban dibandingkan dengan yang lain.
Berdasarkan beberapa contoh kesalahan organisasi/lembaga Kristen maka perlu ditarik satu garis pembatas agar supaya kesalahan-kesalahan ini tidak melebar. Perlu diperhatikan bersama yakni Pelayanan yang ada saat ini merupakan hasil pemberian/kasihkarunia, kemurahan dari Allah (bandingkan 2 Korintus 4:1). Bukan manusia (pemimpin, pendiri, penyandang dana, pengerja) yang membuat pelayanan saat ini berjalan. Pelayanan ini diberikan Allah kepada seseorang/kelompok karena kemurahan hati Allah. Dengan demikian dapat dimengerti  bahwa kita bisa membuat organisasi Kristen/Lembaga Kristen ini bukan karena hasil lobby, hasil perenungan dalam sehingga mendapatkan visi Allah, hasil pengorbanan yang besar sehingga mendapat dana untuk menjalankan pelayanan ini, hasil pemikiran yang strategis dan handal sehingga pelayanan ini bisa berdiri dan dijalankan. Itu semua bukan alasan yang tepat, kita dipercayakan pelayanan ini karena kemurahan hati Allah, Allah yang berbelas kasihan bukan karena usaha kita. Jika para pemimpin, penyandang dana, pendiri dan pengerja dalam  lembaga/organisasi Kristen menyadari prinsip ini maka kita seharusnya malu. Dengan segala kemurahannya Allah mau “merugi” untuk mempercayakan pelayanan ini kepada kita, Allah sudah berkorban dan pengorbanannya cukup sehingga perlu disadari bahwa bukan karena pengorbanan pemimpin, pendiri, penyandang dana dan pengerjalah sehingga pelayanan ini bisa berlangsung sebab kita tidak berkorban sedikitpun. Apa yang kita lakukan yakni berpikir untuk pengembangan pelayanan, mencari dana, bekerja merupakan tanggung jawab yang harus dipikul bukan hasil pengorbanan kita. Ini adalah tugas yang dipercayakan kepada kita yang wajib kita jalankan dengan baik sesuai dengan porsi masing-masing, dengan demikian pernyataan yang sangat salah jikalau seorang pemimpin memotivasi pengerjanya dengan meminta pengerjanya untuk berkorban lebih besar dalam pelayanan seperti hiduplah sederhana, bekerja dengan fasilitas yang minim tapi menuntut hasil yang maksimal, bekerja tanpa jaminan kesejahtraan sebagai wujud pengorbanan dalam pelayanan. Ini prinsip yang salah besar. Mengapa demikian? Yang harus kita perhatikan adalah masing-masing kita punya tugas masing-masing, Allah yang empunya pelayanan, Allah menunjuk pendiri untuk mendirikan pelayanan, Allah menunjuk pemimpin untuk memimpin pelayanan tersebut, Allah menentukan orang yang harus mencari dana, Allah menentukan orang yang harus memikirkan pengembangan pelayanan dan Allah menentukan orang untuk melaksanakan setiap program yang dipikirkan oleh sebab itu lakukanlah tugas kita masing-masing dengan  semangat yang tinggi (tidak tawar hati bandingkan 2 Korintus 4:1) karena Allah dengan kemurahan-Nya mempercayakan pelayanan ini. Ketika salah satu dari orang-orang yang ditunjuk Allah ini meminta  untuk berkorban maka saat itulah implikasi yang ada yakni orang tersebut sudah berkorban lebih banyak dari yang lain, ini salah besar.
Ketika prinsip ini dipegang bahwa pelayanan itu ada karena kemurahan hati Allah oleh sebab itu setiap orang yang terlibat di dalam pelayanan ini akan melaksanakan tugas pelayanannya berdasarkan 2 Korintus 4:2 yakni:
  1. Menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan
  2. Tidak berlaku licik
  3. Tidak memalsukan Firman Allah
Jika prinsip ini dipahami dan dilakukan pasti organisasi/lembaga Kristen tidak ada  yang akan terpecah belah, ditutup atau bertikai. Tidak akan ada orang yang merasa  berkorban lebih banyak dari pada yang lain dan semua akan bekerja sesuai dengan porsi dan tanggung jawab masing-masing. Jika kita memiliki tubuh yang normal maka bisakah tangan mengambil alih fungsi kaki untuk berjalan?…jawabannya sangat bisa…berapa lamakah tangan dapat bertahan menjalankan fungsi kaki?…kita pasti bisa menjawabnya sesuai dengan kapasitas dan kekuatan kita masing-masing.